counter

Senin, 18 Agustus 2014

Paskibraka WBP Lapas Slawi, Wujud Nasionalisme dari Balik Jeruji

SLAWI-Menjadi pasukan pengibar bendera atau biasa disebut paskibraka ketika upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI merupakan momen yang banyak didambakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Baris berbaris nan rapi, dengan berbagai formasi, melaksanakan tugas sakral mengibarkan Sang Merah Putih akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi siapapun yang dipercaya menjadi bagian daripadanya, tidak luput juga para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Minggu, 17 Agustus 2014 menjadi hari istimewa nan bersejarah bagi 12 WBP Lapas Slawi, dimana mereka dipercaya untuk menjadi pasukan pengibar bendera pada Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-69 yang diselenggarakan di lapangan serbaguna Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Slawi.

Bukan perkara mudah bagi keduabelas WBP untuk dapat mengemban tugas istimewa tersebut. Sebab, meskipun di dalam lapas, untuk menjadi pasukan pengibar bendera mereka tetap harus melewati proses seleksi yang cukup ketat. Duabelas WBP terpilih ini berhasil menyisihkan belasan WBP lainnya yang juga berminat menjadi Paskibraka WBP Lapas Slawi. Setelah berhasil melewati seleksi, keduabelas WBP terpilih menjalani program pelatihan intensif selama kurang lebih 10 hari yang diberikan oleh Kasubsi Keamanan, Erik Murdiyanto, A.Md.IP, SH, dan Kasubsi Poltatib, Edi Sutrisno, A.Md.IP, SH atas instruksi dari Kasi Administrasi Keamanan dan Ketertiban, Yudo Adi Yuwono, A.Md.IP, SH, MH. Materi latihan meliputi dasar baris-berbaris dan pembuatan formasi pengibar bendera. Kali ini formasi yang diterapkan bagi Paskibraka WBP Lapas Slawi adalah formasi 12.

Ide "memakai" peran WBP dalam Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke-69 ini berangkat dari keinginan Lapas Slawi untuk semakin menumbuhbesarkan nasionalisme pada diri WBP. "Selama ini keterlibatan WBP pada penyelenggaraan upacara-upacara di Lapas Slawi hanya sebatas sebagai peserta, dengan dimunculkannya 12 WBP dengan peran sangat vital, sebagai pengibar bendera  di Upacara HUT Kemerdekaan ini diharapkan dapat memupuk jiwa cinta tanah air para WBP sekaligus membuka peluang bagi WBP untuk menjalankan peran-peran vital lain ke depannya" ungkap Kalapas, Yan Rusmanto, Bc.IP, S.Sos, M.Si.

Tidak mengecewakan, bahkan pelaksanaan pengibaran bendera dari keduabelas WBP menuai banyak pujian dan komentar positif. Ka. KPLP, Suparno, A.Md.IP, SH misalnya, usai upacara beliau mengomentari sangat positif tentang penampilan Paskibraka WBP Lapas Slawi tersebut. "Bagus, bagus sekali. Awalnya sempat ragu apakah mereka bisa, tapi setelah lihat hasilnya ternyata luar biasa" ungkap Suparno. 

Nasionalisme memang bukan perkara sepele. Tanpanya, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini akan sangat terancam. Di tengah isu global tentang mewabahnya "virus" gerakan sparatis ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang juga sudah menjangkit di Indonesia, tentunya patut diwaspadai bahayanya. Menggelorakan gerakan cinta tanah air kepada setiap warga negara merupakan salah satu cara menangkalnya. Di balik jeruji Lapas Slawi, 300-an warga negara Indonesia terus mendapatkan pemahaman tentang nasionalisme dan bela negara. Dengan segala keterbatasan mereka tunjukkan nasionalisme mereka, semoga hal ini dapat menginspirasi Indonesia seluruhnya. Dirgahayu Indonesia, MERDEKA !!

Kontributor : Eko Nugroho

Sabtu, 16 Agustus 2014

Cegah HIV/AIDS dan TB, Lapas Slawi Menggelar VCT dan Skrining



SLAWI-Kegiatan VCT & skrining merupakan upaya Lapas Slawi dalam menekan & melakukan tindakan pencegahan terhadap persebaran kasus HIV/AIDS & TB. Untuk kesekian kalinya Lapas Slawi menyelenggarakan kegiatan Voluntary Counseling Test (VCT) dan Skrining, tepatnya pada hari Selasa, 12 Agustus 2014, bertempat di Aula Dr. Saharjo Lapas Slawi.

Dalam pelaksanaannya Lapas Slawi bekerjasama dengan Puskesmas Kambangan, Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal & Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Semarang. Warga Binaan Lapas Slawi yang diikutkan dalam kegiatan tersebut sebanyak 60 orang. “Dari 60 orang yang di VCT & Skrining TB semuanya adalah kelompok rentan” ungkap Kepala Seksi Pembinaan Narapidana & Giatja Lapas Slawi, David H.Gultom.

VCT & Skrining TB di Lapas Slawi di laksanakan secara periodik yaitu Triwulan untuk VCT & semester untuk Skrining TB Massal. Yan Rusmanto selaku Kepala Lapas Slawi juga mengungkapkan bahwa “VCT & Skrining TB adalah langkah awal untuk mendeteksi apakah Warga Binaan terkena HIV atau TB, dengan demikian penanganan yang tepat bagi Warga Binaan yang terkena HIV atau TB serta upaya-upaya pencegahan penyebaran terhadap warga binaan yang lain dapat dilakukan”


“Diharapkan dengan terselenggaranya kegiatan VCT & Skrining TB, Warga Binaan Lapas Slawi mengetahui status HIV, sehingga mereka dapat menurunkan perilaku beresiko dan mengurangi tingkat penularannya, jauhi virusnya jangan jauhi orangnya,” harap Yan.



Kontributor : Andi Rahmanto, A.Md.IP

Selasa, 12 Agustus 2014

Opera Pan Jera Lapas Slawi Tampil di Pesta Pernikahan

"......Putraku si Ande Ande Lumut, tumuruna ana putri kang ngunggah-unggahi, 
putrine kang ayu rupane, Kleting Ijo iku kang dadi arane,
Bu Sibu kulo mboten purun,  Bu Sibu kulo mboten medhun,
Nadyan ayu sisane si Yuyu Kangkang ..... "


SLAWI-Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, kutipan syair lagu di atas tentunya  sudah begitu akrab, sering didengar serta mengundang perhatian. Ya, syair ini adalah potongan dari lagu yang selalu mengiringi pementasan, penceritaan ataupun penampilan cerita rakyat Ande Ande Lumut yang melegenda itu. Sama halnya dengan yang terjadi di lokasi resepsi pernikahan Akhmad Budi Hermanto-Fitri Ihyani di Gedung KORPRI Slawi (09/08/2014) kemarin, perhatian ratusan tamu undangan yang hadir tertuju dan tampak menikmati pementasan lakon Ande Ande Lumut oleh Opera Pan Jera, grup teater musikal binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Slawi. Tidak hanya menikmati, bahkan pementasan tersebut seakan membuat suasana gedung selalu penuh sesak karena tamu undangan enggan untuk cepat-cepat meninggalkan lokasi resepsi.

Cerita rakyat Ande Ande Lumut mengisahkan tentang Pangeran Kusumayuda (dianggap sebagai personifikasi Kamesywara, raja Kadiri) yang bertemu dengan Kleting Kuning (bahasa Jawa: Klething Kuning), si bungsu dari empat bersaudara anak seorang janda yang tinggal di salah satu desa bawahan ayah Pangeran Kusumayuda memerintah. Jelas dari paparan di atas sebenarnya pementasan ini membutuhkan mayoritas pemeran wanita, tetapi mengingat WBP Lapas Slawi semua berjenis kelamin laki-laki alhasil beberapa pemeran dipermak menjadi "genit" dalam pementasan ini. Namun inilah yang menjadi nilai plus, Kleting-Kleting berbadan tegap yang berdandan menor ini sudah memancing tawa bahkan saat mereka baru muncul ke panggung. Total ada 13 warga binaan Lapas Slawi yang turut serta dalam pentas ini, 1 orang sebagai dalang, 9 orang sebagai wayang dan 3 orang personil D'Lapas Band yang menjadi pengiring melalui lagu-lagu tematik yang mereka bawakan secara medley.

Dibalik kesuksesan pentas Opera Pan Jera di pesta pernikahan salah satu pegawai Lapas Slawi ini, persiapan luar biasa telah dilakukan oleh segenap pihak yang terlibat. Latihan berulang-ulang, pelaksanaan sidang TPP dan koordinasi dengan beberapa instansi pendukung (Dewan Kesenian Kabupaten Tegal yang memberikan bantuan kostum dan make up serta Kejaksaan Negeri Slawi yang membantu transportasi) dijalankan sebaik mungkin. "Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya Dewan Kesenian Kabupaten Tegal dan Kejaksaan Negeri Slawi yang telah memberikan bantuan luar biasa demi terlaksananya pementasan ini" demikian ungkap Yan Rusmanto, Bc.IP, S.Sos, M.Si, Kalapas Slawi. Kalapas menambahkan bahwasanya keberhasilan mementaskan salah satu hasil pembinaan kemandirian di Lapas Slawi di forum terbuka seperti ini, menginspirasi pihak Lapas untuk melakukan pembinaan lebih baik lagi, serta berupaya menampilkan hasil pembinaannya di ajang yang lebih tinggi, lebih prestise.

Kreativitas WBP Lapas Slawi dalam pementasan lakon Ande Ande Lumut ini juga mendapatkan apresiasi dari masyarakat umum yang hadir di acara tersebut. "Menarik ini mas, saya kira kalo di dalam lapas itu isinya kekerasan, ternyata ada yang kreativitas yang menarik seperti ini, bagus bagus mas" ungkap salah satu tamu ketika dimintai pendapat mengenai Opera Pan Jera ini. 

Kontributor : Eko Nugroho